IPA Mata Pelajaran Terpisah mulai kelas IV.


JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai mata pelajaran tersendiri diajarkan mulai kelas IV hingga VI SD. Adapun di kelas I, II, dan III SD, pendidikan sains diintegrasikan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia secara tematik dan integratif.

"Saat uji publik, masyarakat menginginkan mata pelajaran IPA dimulai kelas IV hingga VI SD. Dukungan juga salah satunya dari narasumber pengembangan Kurikulum 2013, Yohanes Surya," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim dalam rapat dengar pendapat antara pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) Kurikulum Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (15/1).

Musliar menjelaskan, Kurikulum 2013 bukanlah kurikulum yang baru sama sekali, melainkan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku selama ini.

"Penyempurnaan Kurikulum 2013, antara lain, mengacu pada Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) serta Programme for International Student Assessment (PISA) dengan menambahkan materi dan kompetensi yang mengacu ke standar yang dilaksanakan negara-negara maju," kata Musliar.

S Hamid Hasan dari Tim Inti Pengembangan Kurikulum 2013 mengatakan, pengintegrasian IPA dengan pelajaran lain di kelas I, II, dan III SD dimaksudkan agar siswa memahami konsep pendidikan IPA dalam kehidupan masyarakat.

Bahasa daerah tetap ada

Dalam Desain Induk Kurikulum 2013 yang diserahkan ke DPR, dinyatakan pelajaran IPA di kelas IV SD alokasi waktunya tiga jam per minggu, sementara dalam pelajaran seni budaya dan prakarya, termasuk juga muatan lokal yang dapat memuat bahasa daerah. Pengajaran bahasa daerah dalam muatan lokal diserahkan ke setiap sekolah atau daerah.

Yohanes Surya, fisikawan dan pendiri Surya Institute, menyambut baik jika akhirnya pelajaran IPA ditetapkan sebagai mata pelajaran sendiri sejak kelas IV SD. "Awalnya pemerintah menginginkan semua mata pelajaran di SD diajarkan secara tematik-integratif. Namun, kami memandang perlu pelajaran IPA diajarkan tersendiri. Kami memperjuangkan setidaknya diajarkan sejak kelas IV SD. Keputusan pemerintah kami sambut baik," kata Yohanes.

Menurut Yohanes, jika IPA tidak diajarkan sejak SD, tidak ada kesempatan bagi siswa yang menyukai sains untuk mendalaminya. Padahal, pembelajaran IPA bagi anak-anak bisa dibuat menarik sehingga sejak dini anak tertantang untuk bisa menjadi ilmuwan sains.

Nuryani Y Rustaman, Ketua Himpunan Sarjana Pendidikan IPA Indonesia, mengatakan, IPA harus diajarkan secara terpisah sejak SD, apalagi kemampuan sains anak Indonesia masih rendah. Jika keluhannya selama ini pelajaran IPA terlalu berat, solusinya materi pelajaran yang perlu diubah dengan banyak praktik sehingga menyenangkan siswa. "Bukan malah dihapus atau diintegrasikan," ungkap Nuryani.

Sebelumnya, Panja Kurikulum DPR mendesak pemerintah segera menyerahkan desain induk dan dokumen resmi Kurikulum 2013. "Pemerintah juga harus berani membuka anggaran soal kurikulum," kata Ferdiansyah, anggota Panja Kurikulum Komisi X DPR. (ELN)

09 Maret 2013 0 comments

0 comments:

Posting Komentar

html hit counter

powered by
Free Domain Name